nur intan sari
Dibawah ini adalah istilah – istilah yang sering kita
jumpai dalam karya sastra Jawa.
1. Babad: sastra sejarah dalam tradisi sastra Jawa; digunakan untuk
pengertian yang sama dalam tradisi sastra Madura dan Bali; istilah
ini berpadanan dengan carita, sajarah (Sunda), hikayat, silsilah, sejarah
(Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia).
2. Bebasan: ungkapan yang memiliki makna kias dan mengandung perumpamaan
pada keadaan yang dikiaskan, misalnya nabok nyilih tangan. gancaran: wacana
berbentuk prosa.
3. Gatra: satuan baris, terutama untuk puisi tradisional.
4. Gatra purwaka: bagian puisi tradisional [parikan dan wangsalan] yang
merupakan isi atau inti.
5. Guru gatra: aturan jumlah baris tiap bait dalam puisi tradisional Jawa
(tembang macapat).
6. Guru lagu: (disebut juga dhong-dhing) aturan rima akhir pada puisi
tradisional Jawa.
7. Guru wilangan: aturan jumlah suku kata tiap bait dalam puisi
tradisional Jawa.
8. Janturan: kisahan yang disampaikan dalang dalam pergelaran wayang
untuk memaparkan tokoh atau situasi adegan.
9. Japa mantra: mantra, kata yang mempunyai kekuatan gaib berupa
pengharapan.
10. Kagunan basa: penggunaan kata atau unsur bahasa yang
menimbulkan makna konotatif: ada berbagai macam kagunan basa, antara lain
tembung entar, paribasan,bebasan, saloka, isbat, dan panyandra.
11. Kakawin: puisi berbahasa Jawa kuno yang merupakan
adaptasi kawyra dari India; salah satu unsure pentingnya adalah suku kata
panjang dan suku kata pendek (guru dan laghu).
12. Kidung: puisi berbahasa Jawa tengahan yang memiliki
aturan jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata tiap baris, dan pola rima akhir
sesuai dengan jenis metrum yang membingkainya; satu pupuh kidung berkemungkinan
terdapat lebih dari satu pola metrum.
13. Macapat: puisi berbahasa Jawa baru yang
memperhitungkan jumlah baris untuk tiap bait, jumlah suku kata tiap baris, dan
vokal akhir baris; baik jumlah suku kata maupun vokal akhir tergantung atas
kedudukan baris bersangkutan pada pola metrum yang digunakan; di samping itu
pembacaannya pun menggunakan pola susunan nada yang didasarkan pada nada
gamelan;secara tradisional terdapat 15 pola metrum macapat,yakni dhandhang
gula, sinom, asmaradana, durma,pangkur, mijil, kinanthi, maskumambang, pucung,
jurudemung, wirangrong, balabak, gambuh, megatruh, dan girisa.
14. Manggala: “kata pengantar” yang terdapat di bagian
awal keseluruhan teks; dalam tradisi sastra Jawa kuno biasanya berisi
penyebutan dewa yang menjadi pujaan penyair (isthadewata), raja yang berkuasa
atau yang memerintahkan penulisan, serta–meskipun tak selalu ada–penanggalan
saat penulisan dan nama penyair; istilah manggala kemudian dipergunakan pula
dalam penelitian teks-teks sastra Jawa baru.
15. Pada: bait parikan: puisi tradisional Jawa yang
memiliki gatra purwaka (sampiran) dan gatra tebusan (isi); pantun (Melayu).
16. Parikan lamba: parikan yang hanya mempunyai
masing-masing dua baris gatra purwaka dan gatra tebusan.
17. Parikan rangkep: parikan yang mempunyai
masing-masing dua baris gatra purwaka dan gatra tebusan.
18. Pepali: kata atau suara yang merupakan larangan
untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, misalnya aja turu wanci surup.
19. Pupuh: bagian dari wacana puisi dan dapat disamakan
dengan bab dalam wacana berbentuk prosa.
20. Panambang: sufiks/akhiran.
21. Panwacara: satuan waktu yang memiliki daur lima
hari: Jenar (Pahing), Palguna (Pon), Cemengan (Wage), Kasih (Kliwon), dan Manis
(Legi).
22. Paribasan: ungkapan yang memiliki makna kias namun
tidak mengandung perumpamaan, misalnya dudu sanak dudu kadang, yen mati melu
kelangan.
23. Pegon: aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan
bahasa Jawa.
24. Pujangga: orang yang ahli dalam menciptakan teks
sastra; dalam tradisi sastra Jawa; mereka yang berhak memperoleh gelar pujangga
adalah sastrawan yang menguasai paramasastra (ahli dalam sastra dan tata
bahasa), parama kawi (mahir dalam menggunakan bahasa kawi), mardi basa (ahli
memainkan kata-kata), mardawa lagu (mahir dalam seni suara dan tembang),
awicara (pandai berbicara, bercerita, dan mengarang), mandraguna (memiliki
pengetahuan mengenai hal yang ‘kasar’ dan ‘halus’), nawung kridha (memiliki
pengetahuan lahir batin, arif bijaksana, dan waskitha), juga sambegana
(memiliki daya ingatan yang kuat dan tajam).
25. Saloka: ungkapan yang memiliki makna kiasan dan
mengandung perumpamaan pada subyek yang dikiaskan, misalnya kebo nusu gudel.
26. Saptawara: satuan waktu yang memiliki daur tujuh
hari: Radite (Ngahad), Soma (Senen), Buda (Rebo),Respati (Kemis), Sukra
(Jumuwah), dan Tumpak (Setu).
27. Sasmitaning tembang: isyarat mengenai pola metrum
atau tembang; dapat muncul pada awal pupuh (isyarat pola metrum yang digunakan
pada pupuh bersangkutan) tetapi dapatpula muncul di akhir pupuh (isyarat pola
metrum yang digunakan pada pupuh berikutnya.
28. Sastra gagrak anyar: sastra Jawa modern, ditandai
dengan tiadanya aturan-aturan mengenai metrum dan perangkat-perangkat kesastraan
tradisional lainnya.
29. Sastra gagrak lawas: sastra Jawa modern, ditandai
dengan aturan-aturan ketat seperti–terutama–pembaitan secara ketat.
30. Sastra wulang: jenis sastra yang berisi
ajaran,terutama moral.
31. Sengkalan: kronogram atau wacana yang menunjukkan
lambang angka tahun, baik dalam wujud kata maupun gambar atau seni rupa lainnya
yang memiliki ekuivalen dengan angka secara konvensional.
32. Singir: syair dalam tradisi sastra Jawa.
33. Sot: kata atau suara yang mempunyai kekuatan
mendatangkan bencana bagi yang memperolehnya.
34. Suluk: (1) jenis wacana (sastra) pesantren dan
pesisiran yang berisi ajaran-ajaran gaib yang bersumber pada ajaran Islam; (2)
wacana yang ‘dinyanyikan’ oleh dalang dalam pergelaran wayang untuk menciptakan
‘suasana’ tertentu sesuai dengan situasi adegan.
35. Supata: kata atau suara yang ‘menetapkan kebenaran’
dengan bersumpah.
36. Tembung entar: kata kiasan, misalnya kuping wajan.
37. Wangsit: disebut juga wisik, kata atau suara yang
diberikan oleh makhluk gaib, biasanya berupa petunjuk atau nasihat.
38. Wayang purwa: cerita wayang atau pergelaran wayang
yang menggunakan lakon bersumber pada cerita Mahabharata dan Ramayana.
39. Weca: kata atau suara yang mempunyai kekuatan untuk
melihat kejadian di masa mendatang.
40. Wirid: jenis wacana (sastra) pesantren yang
berkaitan dengan tasawuf.
Category:
sastra
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar