BENTUK WAYANG
1. Bentuk wayang purwa
Wayang kulit purwa gaya Yogyakarta menurut busana (atribut) yang digunakan dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu :
      a.  Wayang Golongan ratu
Wayang golongan ratu (wayang raton) dapat diketahui dengan melihat penggunaan busana (atribut) pada wayang tersebut. pada umumnya wayang golongan ratu memakai praba, yaitu hiasan-hiasan yang terdapat di punggung setiap tokoh wayang, yang merupakan lambang keagungan dan kewajiban kedudukannya.
Disamping praba, juga pada bagian-bagian lain yang menentukan yaitu mahkota (“irah-irahan”). Pada wayang kulit purwa gaya Yogyakarta, mahkota dibedakan menjadi enam macam :

·         Bentuk Makuta
·         Bentuk Topeng
·         Bentuk Songkok (pogag)
·         Bentuk Gelung Supit urang
·         Bentu Gelung keling
·         Bentuk Uncit
Untuk jenis-jenis wayang-wayang gagahan posisi kaki ialah melangkah (jangkahan) dengan uncal berjumlah empat buah, dengan sonder (uncalwastra). Konca, dan sebagainya. Sedangkan pada wayang raton alusan posisi kaki berupa pocang semen ningrat (banyakan). Dengan uncal dua buah. Perlengkapan lainnya ialah kelat bahu naga kangangrang. Kroncong (gelang kaki), ulur-ulur naga pasa, dan lain sebagainya.
     b. Wayang golongan satria
Wayang golongan satria, biasanya tidak memakai prabu atau dengan pakaina kesatrian, lain halnya dengan wayang golongan raton. Adapun macam mahkota (irah-irahan) dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
·         Bentuk wayang supit urang
·         Bentuk songkok (pogag)
·         Bentuk gelung keling
·         Bentuk puthut
Jika di dalam golongan satria ini jumlah atribut yang lain lebih sedikit bila dibanding dengan wayang golongan ratu. Misalnya uncal hanya berjumlah dua buah dan posisi kaki sama dengan wayang-wayang golongan raton. Pada wayang alusan umumnya dengan “pocong sembuliyan.” Perlengkapan lainnya adalah gelang naga pengangrang, kelar batu, kalung (tanggalan), dan lain sebagainya.
     c. Wayang golongan Bala
Wayang golonga  bala ditandai dengan atribut yang lebih sederhana dan berbeda denga golongan raton atau golongan satria. Pada umumnya lebih sedikit jumlahnya, adapun mahkota (irah-irahan) yang ada pada wayang golongan ini dibedakan menjadi tiga macam, yang dapat disebutkan sebagai berikut :
·         Bantuk songkok (pogag)
·         Bentuk trumbos (kethu)
·         Bentuk jamang “sada sak ler”
Pada golongan bala, posisi kakinya dinamakan pocong blotrong. Umumnya menggunkan dua uncal.
Pda dasarnya wayang kulit purwa gaya Yogyakarta menggambarkan wayang (ringgit) bergerak, yang ditandai dengan posisi kaki yang melangkah lebar atau terutama pada wayang-wayang “jangkahan”. Sedangkan pada wayang-wayang putren (wayang wanita) menggambarkan wayang (ringgit) “tancep” (diam) hal ini ditandai dengan adanya “wiron nyamping” (lipatan kain panjang tetap berada di muka)
Bentuk tambun. Yang dimaksudkan adalah penggambaran tubuh pendek dan gemuk “depah”. Pada bagian kepala tampak besar, posisi tubuh menghadap ke muka, dan posisi kaki melangkah lebar. Proporsi bagian-bagian kepala, tubuh dan posisi kaki yang demikian itu memberikan kesan “Cebol”
Pada setiap wayang, ukiran yang diterapkan menggunakan pecahan “inten-intenan”
Sunggingan yang digunakan pada “konca” atau bagian yang lain, menggunakan sungging sawutan dan sunggingan cinden dengan menggunakan tiga warna yaitu warna prada (emas), hitam dengan dasar merah. Pada bagian-bagian lainnya ada beberapa yang dihias dengan kembangan terutama bagian yang menggunakan kain.
Pada umumnya “lemahan” atau bagian yang menghubungkan kaki muka dengan kaki belakang diwarnai dengan warna merah.
Di dalam wayang purwa (juga pada jenis wayang yang lain), ukuran besar (tinggi)nya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu :

·            Wayang kaper
Wayang yang berukuran kecil. Pembuatan wayang yang berukuran besar pada jenis ini, misalnya wayang Bima atau raksasa dibuat sama besarnya dengan wayang Kresna atau Arjuna pada jenis wayang pedalangan. Kemudian ukuran pada wayang-wayang lainnya disesuaika. Pada umumnya wayang kaper diperuntuka bagi anak-anak yang mempunyai kemampuan dalam bidang pewayangan.
Dalam hal ini R.M. sajid menjelaskan sebagai berikut
“wayang kaper itu diartikan bila “disabet-sabetkan” (dimainkan dalam pentas) pada kelir (tabir) kelihatan tidak jelasdari bentuk-bentuk tokoh wayang apa. Hanya kelihatan bergerak-gerak, seolah-olah tampak hanya sebagai kaper-kaper atau kupu-kupu kecil yang berkeliaran di sekitar lampu, karena kecilnya wayang”

·            Wayang kidang kencana
Kencana yang artinya sedang. Yang dimaksud dengan wayang kidang kencana adalah salah satu jenis ukuran wayang kulit yang lebih besar dari jenis wayang wayang kaper. Wayang kidang kencana yang terbesar ukurannya seperti Bima atau raksasa dibuat sama besarnya dengan wayang Gathutkaca jenis wayang pedalangan.

·            Wayang pedalangan
Wayang yang besarnya berukuran umum dipergunakan di dalam masyarakat. Sebagai contoh ukuran wayang purwa Yogyakarta, sebagai berikut :
Wayang Bima : tinggi :70,7cm dan lebar : 30,2cm
Wayang Arjuna : tinggi 44,5 dan lebar:17,5cm
Wayang Sembadra : tinggi 29,4cm dan lebar 14cm
Wayang Batara (jenis raksasa) : tinggi :83cm dan lebar:42,5cm

·            Wayang Ageng
Wayang Aeng merupakan wayang kulit yang ukurannya paling besar dibandingkan denhgan wayang-wayang pedalangan. Wayang Ageng lebih tinggi satu atau satu setengah “lemahan” (bagian yang menghubungkan jari-jari kaki belakang dengan kaki muka)

·            Wayang Madya
Wayang ciptaan dari Mangkunegara IV Surakarta. Pada umumnya wayang Madya tokoh-tokoh Raja tidak memakai Praba (sinar atau mimbus), suatu perhiasan yang dipakai pada punggung setiap raja, ebagai lambang kedudukannya. Cara memakai kainnya ialah dengan apa yang dinamakan “banyakan” (laksana tabiat angsa)
Dalam wayang kulit purwa dapat diketahui peran yang digambarkan melalui wjah (muka), posisi kaki serta bagian lain. Tetapi yang paling menentukan adalah pada wajah (muka), terutama pada mulut, mata dan hidung.

     1. macam-macam mata wayang kulit purwa

·         Mata liyepan (mata gabahan)
     Mata liyepan bentuknya menyerupai biji (biji padi), yang belum dikupas kulitnya. Jenis mata liyepan ini digunakan tokoh wayang yang bertubuh kecil, langsing, yang memancarkan sifat atau watak bertubuh luhur, bijaksana.

·         Mata Kedelen
 Untuk menggambarkan tokoh-tokoh yang berwatak perwira, tangkas, pemberani serta yang bertubuh sedang dengan jenis mata Kedelen, yaitu jenis mata wayang yang bentuknya menyerupai biji kedelai

·         Mata Peten
Mata peten adalah bentuk mata wayang yang menyerupai biji petai, tokoh yang digambarkan dengan jenis mata peten ini bertubuh sedang tetapi berwatak kurang terpuji, licik, suka curang.
  
·         . Mata Thelengan
Mata thelengan adalah bulat penuh biji matanya. Tokoh wayang bermata thelengan berwatak bersahaja, berbudi luhur, tangkas, tangguh, selalu berdiri, pada pihak yang benar. Tokoh wayang ini bertubuh keras (singset)

·         Mata Plelengan
 Bentuk mata plelengan bulat penuh seperti bentuk jenis mata thlelengan, tetapi lebih besar dan disesuaikan dengan muka. Mata plelengan disungging degan warna hitam yang berkesan membelalak. Tokoh mata plelengan adalah bertubuh besar, berwatak angkara murka, serakah, perkasa tetapi keji.
·       
          Mata Kiyer
 Mata kiyer menyerupai bulan sabit, tokoh wayang bermata kiyer memancarkan sifat yang tidak terpuji, licik, tidak dipercaya, mencemooh.

·         Mata Kiyipan
 Mata kiyipan hampir sama dengan mata kiyer tetapi pada biji matanya terlihat setengah lingkaran, mata tersebut menggambarkan wayang yang bertubuh gemuk.

·           Macam-macam hidung wayang purwa

·         Hidung wali miring
 Hidung wali miring merupakan hidung yang diperuntukan bagi tokoh wayang purwa yang bertubuh kecil. Pada umumnya disertai dengan jenis mata liyepan. Wujudnya menyerupai pengot kecil (pisau kecil). Jenis hidung ini juga diperuntukkan bagi wayang perempuan. Contoh : Arjuna, Kresna, Basudewa, Drupada, Sumbadra.

·         Hidung Bentulan
Hidung bentulan merupakan hidung wayang purwa yang menyerupai buah soka. Tokoh yang berhidung bentulan biasanya bermata thelengan atau peten. Contoh tokohnya Gatutkaca, Antareja, Citraksa, Setija

·         Hidung Wungkal Gerang
Hidung Wungkul hampir sama dengan hidung bentulan, tetapi ujungnya tajam (runcing) sedikit. Tokoh wayang yang memiliki hidung wungkul adalah Rahwana, Dursasana, Burisrawa

·         Hidung Pelokan
Hidung pelokan pada umumnya digunakan pada tokoh wayang yang bermata plelengan, bentuknya menyerupai isi mangga. Tokoh yang memiliki hidung pelokan biasanya raksasa seperti Kumbakarna, Prahasta, Pancatnyana, Suratrimantra.

·         Hidung pesekan
Hidung ini menggambarkan tokoh-tokoh kera seperti Sugriwa, Anggoda, Jembawan,


·         Hidung Terong Glatik
Hidung terong glatik menyerupai buah terong glatik atau terong kecil. Hidung terong ini menggambarkan tokoh wayang yang memancarkan sifat kesetiaan, kemuliaan, kearifan, contohnya wayang Nala Gareng, Denawa Endog.

·         Hidung Belalai
Hidung belalai memancarkan hidung binatang yang memancarkan kekuatan luar biasa. Karena terjadi perpaduan dan kekuatan antara sifat binatang dan sifat raksasa. Contohnya adalah Betawa Gana.

3.      Macam-macam mulut

·         Mulut Mingkem
Bnetuk mulut mingkem dalam pewayangan menggambarkan mulut dalam keadaan mingkem. Pada umumnya tokoh wayang yang bermulut mingkem adalah mempunyai kemampuan yang luar biasa yang tidak terbatas.biasanaya bermata liyepan dan berhidung wali miring. Contohnya dalah Sang Hyang Wenang, Betara Guru, dan Begawan Abiyasa

·         Mulut Gethetan
 Mulut Gethetan menyerupai bentuk mulut mingkem, tetapi menggunakan salitan atau bagian ikal pada ujung belakang mulut wayang, dengan gigi sedikit terlihat. Jenis wayang gethetan adalah wayang kesatria (bagusan). Biasanya bermata thelengan, liyepan, peten, kedelen, dan kadang-kadang bermata plelelngan dan biasa pula berhidung wali miring dan bentulan. Contohnya adalah Arjuna, Bima, Sembadra, Salya, Seta

·         Mulut Gusen I dan II
Mulut Gusen dibagi dua, yaitu Gusen dan Gusen langgung. Bentuknya hampir sama dengan mulut Gethetan yang ditambah dengan penggmabran gusi (untuk gusen tanggung) sedangkan untuk gusen  bentuknya sama dngan tanggung hanya tidak menggunakan salitan. Giginya terligat, kadang-kadang bertaring. Contohnya adalah Boma, Dursasana, Pragota, Prabawa, Sakuni, Indrajit
·       
            Mulut Mesem
Banyak mulut mesem dipergunakan dalam penggambaran tokoh-tokoh wayang purwa yang suka tersenyum. Contohnya adalah Nologareng, Petruk, dan tokoh Cantrik.

·         Mulut Mrenges
Mulut mrenges dipergunakan untuk menggambarkan jenis mulut yang kelihatan gigi atas dan bawah, kadang-kadang bertaring dan dalam keadaan terbuka sedikit. Tokoh wayangnya adalah Kalamarica, Anggrisana, itu semua adalah raksasa yang bertubuh kecil.

·         Mulut Anjeber
  Mulut anjeber bentuknya hampir sama dengan mulut mrenges yaitu sama-sama kelihatan gigi atas dan bawah, tetapi mulutnya lebih lebar terbuka. Giginya kecil serta bertaring. Contoh tokohnya Anoman, Sobali, Anggada.

·         Mulut Ngablak
 Menggambarkan wayang dalam keadaan terbuak lebar, dengan gigi besar dan bertaring panjang. Contoh wayangnya dalah raksasa seperti Pancatnyana, Niwata Kawaca, Surairimantra
Selain dari  wajah, wayang dapat dibedakan dengan melihat posisi kaki wayang. Wayang yang berhidung walimiring dan bermata gabahan pada umumnya poisis kakinya pocongan (bokongan) seperti Arjuna, Kresna, Sadewa, dan lain-lain. Ada juga yang kakinya Jangkahan seperti Irawan. Binten tangsen, Priyambada, dan lain sebagainya yang disebut wayang alusan. Sebaliknya tokoh yang bermata thelengan, plelengan, peten, kedelen, dan hidung bentulan, disertai dengan posisi kaki “jangkahan” adalah wayang gagah, seperti Baladewa, Gatutkaca, Boma, Setijo, Dasamuka, Dursasana, Citraka dan lain sebagainya.
Selain itu tokoh wayang bermata kedelen atau menyerupai biji kedelai, tetapi mempunyai posisi kaki dengan apa yang dinamakan pocongan (bokongan) yaitu dengan kampuh mengglembung kebelakang biasanya disebut wayang-wayang alusan seperti Basudewa, Salya, Basukethi, Drupada.

      2.      Bentuk wayang Golek
Wayang golek sama dengan wayang purwa, namun dalam bahasanya, wayang golek menggunakan bahasa sunda. Orang Cirebon mengatakan wayang golek dengan sebutan wayang kulit purwa Cirebon. Perbedaan wayang kulit purwa Yogyakarta dan Solo dengan wayang kulit Cirebon adalah musik dan lakonnya.
Musik peryunjukkan wayang kulit Cirebon lebih gaduh, karena menggunakan beduk untuk dipukul saat perang. Wayang golek lebih menghidangkan lakon carangan daripada gulur. Carangan adalah lakon wayang karangan baru sedangkan gulur adalah lakon pokok.
Wayang golek kebanyakan berpakaian jubah (baju panjang) tanpa berkain panjang, memakai serban (ikat kepala ala arab), memakai sepatu, pedang, dan lain-lain.
     3.      Bentuk Wayang Gedog
Wayang gedog diciptakan oleh sunan Giri untuk digunakan dalam cerita panji , yang merupakan cerita raja0raja Jenggala, yaitu mulai dari Prabu Sri Ghataya (Subrata) sampai dengan Panji Kudalaleyan.
Bentuk wayang gedog ini mirip dengan wayang purwa, tetapi tidak menggunakan “suplit urang” pada tokoh-tokoh rajanya. Pada wayang jenis ini tidak ditemukan wayang-wayang raksasa dan wayang-wayang kera. Semua memakai kain kepala yang disebut “hudeng giling.”

Sumber :
Ajip Rosidi, Rikmadenda Mencari Tuhan: Sebuah Lakon Wayang Carangan, --- : Yayasan Obor Indonesia, 1991
Drs. Sunarto, Wayang Kulit Gaya Yogyakarta, Yogyakarta: Balai Pustaka, 1989




Category:

0 komentar:

Posting Komentar